Bapak/Ibu, saudara/saudari yang terkasih dalam Kristus, kita bersyukur karena Allah telah mengumpulkan kita untuk merayakan Bulan Liturgi Nasional tahun ini. Pada pertemuan pertama ini, kita semua diajak untuk bersama-sama mendiskusikan dan merenungkan sebuah tema, yakni Merayakan Ekaristi dengan Baik. Untuk dapat merayakan ekaristi dengan baik, pertama-tama kita diajak untuk mengetahui tentang keterlibatan kita dalam perayaan ekaristi. Sejauh mana kita ikut berpartisipasi dalam perayaan ekaristi? Perayaan ekaristi bukan sekadar sebuah ritual rutin dalam kehidupan kita sebagai umat Katolik. Ekaristi adalah sumber dan puncak dari seluruh kehidupan gereja kita. Dalam ekaristi, kita tidak hanya mengingat kembali pengorbanan Kristus bagi kita, tetapi juga berpartisipasi dalam Misteri Keselamatan yang telah dibawa oleh Kristus. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami dan merayakan ekaristi dengan cara yang benar dan penuh makna. Pertemuan kita hari ini tidak membahas tentang mana yang benar dan mana yang salah, tetapi lebih dari itu, kita akan mendalami bagaimana kita dapat mengikuti dan menghayati ekaristi. Kita akan menggali makna yang dalam dari setiap elemen liturgis, seperti keheningan, sehingga kita dapat merasakan kehadiran nyata Kristus dalam perayaan ekaristi. Dalam suasana yang penuh kebersamaan, kita akan saling berbagi pengalaman, kisah, dan inspirasi tentang bagaimana ekaristi telah membentuk dan mengubah kehidupan kita secara pribadi dan sebagai komunitas umat beriman. Melalui pertemuan ini, kita diundang untuk memperdalam cinta dan kesetiaan kita kepada Kristus yang hadir dalam ekaristi, serta memperkuat ikatan kita sebagai umat yang bersatu dalam kasih-Nya.

Bacaan Kitab Suci Injil Suci menurut Lukas (22:14-20) Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama-sama dengan rasul-rasul-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama-sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah.” Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: “Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu. Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang.” Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darahKu, yang ditumpahkan bagi kamu.

Pendalaman Tema Partisipasi Aktif Umat dalam Perayaan Ekaristi Gereja berusaha agar umat beriman menghadiri liturgi bukan sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya mereka memahami misteri dengan baik, dan ikut serta penuh khidmat dan secara aktif (SC 48). Ekaristi dirancang sebagai misa umat (missa cum populo). Oleh karena itu, ekaristi perlu diatur supaya para pelayan dan umat beriman dapat berpartisipasi dalam perayaan itu menurut tugas dan perannya masing-masing, serta dapat memetik buah-buah ekaristi. Ekaristi perlu juga dirayakan sesuai dengan keadaan umat setempat. Perayaan ekaristi perlu dirancang sedemikian rupa sehingga umat dapat berpartisipasi secara aktif, sadar, dan penuh, yakni berpartisipasi dengan jiwa dan raganya, serta dikobarkan dengan iman, harap, dan kasih. Partisipasi aktif mulai kelihatan dari tindakan umat berkumpul. Tata Perayaan Ekaristi mulai dengan rubrik yang mengatakan “Sesudah umat berkumpul” (Populo congregato). Kata-kata rubrik ini mengungkapkan bentuk dasar perayaan ekaristi sebagai perayaan umat. Ekaristi pertama-tama adalah tindakan umat yang berkumpul. Hal yang penting adalah subjek dari ekaristi bukan semata-mata imam, melainkan seluruh umat. Keterlibatan aktif umat terungkap melalui tindakan berkumpul. Ekaristi bukan dimulai dengan instruksi-instruksi atau kata-kata selebran, melainkan dengan tindakan aktif seluruh umat. Tanpa tindakan umat berkumpul, tidak ada perayaan ekaristi. Aklamasi-aklamasi dan jawaban dari umat merupakan bentuk konkrit dari partisipasi aktif. Kita mengenal dua aklamasi penting dalam Doa Syukur Agung, yakni Kudus dan aklamasi umat sesudah kisah institusi. Di tengah-tengah Doa Syukur Agung sebagai doa presidensial (doa yang diucapkan selebran), umat terlibat aktif, dan tidak menjadi penonton bisu. Dengan aklamasi-aklamasi ini umat terlibat dengan menyanyikan atau mengucapkan apa yang menjadi bagiannya. Keterlibatan dalam kata-kata membentuk interaksi dan komunikasi umat satu sama lain. Juga, jawaban-jawaban Amin dari umat dalam setiap doa merupakan bentuk partisipasi umat dalam perayaan. Selain itu, partisipasi aktif umat terungkap dalam elemen-elemen verbal lainnya, seperti pernyataan tobat, pengakuan iman, doa umat. Doa umat (oratio fidelium) pantas disinggung secara khusus. Doa umat merupakan salah satu dari sejumlah elemen klasik dari perayaan ekaristi. Dalam konteks partisipasi aktif, doa umat memainkan peranan yang sangat penting. Partisipasi aktif berkaitan dengan pembaptisan yang memberikan kepada umat martabat imamat umum. Melalui doa umat, umat beriman menjalankan secara konkret panggilan tugas imamat umum yang mereka terima di dalam pembaptisan. Partisipasi aktif terungkap juga dalam bernyanyi bersama, seperti Madah Kemuliaan dan nyanyian yang mengiringi sebuah tindakan liturgis tertentu. Nyanyian perarakan masuk mengiringi prosesi masuk selebran dan para petugas; nyanyian persiapan persembahan mengiringi perarakan dan persiapan bahan-bahan persembahan; Anak Domba Allah mengiringi tindakan pemecahan roti; nyanyian komuni mengiringi pembagian komuni; madah syukur mengiringi permenungan umat; dan nyanyian perarakan keluar mengiringi perarakan keluar imam dan para petugas. Dalam perayaan ekaristi, kita mengenal berbagai bentuk tugas pelayanan. Selain imam dan diakon, terdapat juga tugas pelayanan umat awam seperti akolit, lektor, pemazmur, paduan suara atau kor, koster, komentator, petugas kolekte, penyambut jemaat, ceremoniarius (PUMR 98-106). Pelayanan liturgi ini membuka ruang bagi keterlibatan aktif umat dalam perayaan. Namun, mereka yang tidak termasuk dalam peran di atas sama sekali tidak tampil sebagai penonton bisu dalam ekaristi. Mereka berperan sebagai umat beriman, dan mereka semua terikat dengan tindakan-tindakan ritual yang menuntut mereka berpartisipasi secara aktif, misalnya berdoa bersama, menyanyi, duduk mendengarkan sabda, menanggapi pewartaan, merenungkan dan meresapkan sabda dengan hening, berjalan, berlutut, dan tindakantindakan lainnya. Tindakan lahiriah adalah ungkapan iman akan kehadiran Kristus yang hadir dalam jemaat yang berkumpul, dalam Sabda Allah, dan terutama dalam kurban Ekaristi (SC 7). Namun, partisipasi aktif dalam ekaristi tidak dapat dimengerti sekedar tindakan lahiriah. Partisipasi aktif menunjuk pada sebuah tindakan sentral dalam ekaristi di mana semua umat harus berpartisipasi, yakni Doa Syukur Agung. Doa Syukur Agung bukan lagi semata-mata tindakan manusiawi (dalam hal ini imam yang mengucapkan doa), melainkan tindakan Allah (actio divina). Imam selebran berbicara tentang “aku”, namun ia berbicara dalam pribadi Kristus (in persona Christi). Hal ini terjadi ketika ia mengucapkan kata-kata: “Inilah Tubuh-Ku – Inilah Darah-Ku”. Jadi, partisipasi aktif diarahkan pertama-tama pada tindakan yang inti, yakni tindakan Allah sendiri. Umat beriman berpartisipasi secara aktif dalam tindakan Allah. Sebab, liturgi atau ekaristi pertama-tama dipahami bukan sebagai tindakan manusia, melainkan tindakan Allah. Partisipasi aktif yang tampak lewat tindakan-tindakan lahiriah adalah ungkapan partisipasi aktif di dalam tindakan Allah. Hening dalam Perayaan Ekaristi Partisipasi aktif umat terjadi juga melalui saat hening yang khidmat. Saat hening bukanlah sikap pasif, melainkan sebuah sikap aktif, yakni mendengarkan dan meresapkan sabda Tuhan, masuk lebih dalam ke hadirat Tuhan. Seringkali saat hening secara tegas ditentukan dalam rubrik Tata Perayaan. Seluruh perayaan ekaristi menyatu dalam keheningan di bagian awal. Hal ini terlihat jelas dalam keterangan rubrik: “Menjelang perayaan ekaristi seyogyanya diadakan persiapan dengan menciptakan suasana yang khidmat”. Saat hening juga menandai setiap momen dalam perayaan ekaristi. Keheningan liturgi adalah sesuatu yang agung: simbol kehadiran dan tindakan Roh Kudus yang menjiwai seluruh perayaan. Saat hening merupakan bagian dari perayaan, tetapi memiliki makna yang berbeda menurut makna bagian yang bersangkutan (PUMR 45). Keheningan itu dijaga bukan saja pada saat perayaan ekaristi berlangsung. Sebelum perayaan, umat dianjurkan untuk menjaga keheningan di dalam gereja, di sakristi, di luar gereja. Saat hening hadir dalam ritus Tobat, yakni setelah ajakan imam untuk pernyataan tobat. Ini adalah saat di mana umat menyadari diri sebagai orang yang tidak sempurna dan berdosa di hadapan Tuhan. Saat hening mendapat tempat juga pada Doa Kolekta. Setelah ajakan imam untuk berdoa, umat bersama dengan imam hening sejenak untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doa pribadinya. Hening merupakan saat bagi umat untuk mengarahkan diri kepada Tuhan dengan hati yang tak terbagi. Hening juga adalah sikap yang pantas untuk mendengarkan sabda Tuhan. Ketika Tuhan berbicara melalui Sabda, umat mendengarkan dalam keheningan. Karena itu, saat hening dibuat sesudah bacaan pertama dan bacaan kedua, serta sesudah homili. Hening adalah saat di mana umat mendengarkan sekaligus meresapkan Sabda Tuhan. Saat hening pada saat Doa Umat memiliki makna yang khusus. Contohnya adalah saat hening dalam Doa Umat Meriah dalam perayaan Jumat Agung. Diakon, atau petugas lain, menyampaikan ajakan untuk menyatakan ujud doa. Seluruh umat berdoa sejenak dalam hati. Saat hening ini menjadi kesempatan bagi umat untuk menjadikan ujud-ujud doa yang disampaikan sebagai ujud doa sendiri. Doa Syukur Agung I menetapkan doa permohonan hening seperti ini untuk orang-orang yang hidup dan yang sudah meninggal. Dalam Doa Syukur Agung yang lain, hening ini tidak disinggung secara jelas. Namun, tentu saja imam memasukkan hening sejenak pada saat mendoakan orang-orang yang sudah meninggal, teristimewa yang didoakan dalam perayaan. Sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus imam dan umat beriman dapat berdoa sejenak dalam keheningan. Pantaslah jika umat dan imam mengikuti anjuran ini. Pada saat hening tersebut, imam tidak terus menerus beraktivitas di altar, melainkan duduk dan ikut berdoa dalam keheningan bersama seluruh umat (PUMR 164). Sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus, imam dan umat dapat berdoa sejenak dalam keheningan (PUMR 88).

Perayaan ekaristi bukanlah sekadar sebuah ritual rutin, tetapi merupakan inti dari kehidupan gereja dan momen sakral di mana kita mengingat kembali pengorbanan Kristus bagi kita. Dalam perayaan Ekaristi, kita mengalami kehadiran nyata Kristus dalam roti dan anggur yang dikuduskan. Ini adalah momen di mana kita memperkuat hubungan kita dengan Kristus, memperdalam iman, dan mempersembahkan hidup kita kembali kepada-Nya. Oleh karena itu, merayakan ekaristi dengan baik bukan hanya sekadar mengikuti rangkaian ritual, tetapi melibatkan hati dan pikiran kita secara menyeluruh. Dengan memahami makna yang mendalam dari perayaan ekaristi, kita diundang untuk mempersiapkan diri secara spiritual dan mental setiap kali kita menghadiri perayaan ekaristi. Ini melibatkan sikap hormat, rasa syukur, dalam keheningan yang khidmat. Ketika kita merayakan ekaristi dengan baik, kita merasakan kehadiran Kristus yang hidup di tengahtengah kita dan di dalam diri kita sendiri. Mari kita terus menjalani kehidupan iman kita dengan kesadaran akan pentingnya ekaristi dalam membentuk dan memperdalam hubungan kita dengan Kristus. Dengan demikian, kita akan menjadi saksi-saksi yang bersemangat dan berkat bagi dunia ini, memancarkan kasih dan kehadiran Kristus kepada semua yang kita temui.

Pertanyaan Refleksi

  1. Berdasarkan pengalaman, apakah partisipasi aktif, baik batiniah maupun lahiriah, sudah terwujud dalam perayaan ekaristi kita? Manakah kesulitan dan tantangan mewujudkan partisipasi aktif tersebut?
  2. Berdasarkan pengalaman berliturgi, apakah kita sudah memanfaatkan saat hening baik secara pribadi maupun saat-saat hening sebagaimana ditetapkan oleh Tata Perayaan?
  3. Mengapa persiapan sangat penting untuk sebuah perayaan yang bermakna dan berbuah? Tunjukkanlah praktek-praktek baik di mana umat dan para petugas telah mempersiapkan perayaan dengan sungguh!