Bapak-ibu, saudara-saudari terkasih, dalam pertemuan kedua ini, kita ingin mengingat penderitaan semua pria dan wanita penyandang disabilitas yang berada di dalam keluarga kita, lingkungan tinggal kita, komunitas kristiani, dan menjadi bagian paroki serta keuskupan Purwokerto. Program Visioner Keuskupan mengajak kita untuk menjadi komunitas yang ramah dan memberikan perhatian khusus pada saudara-saudari kita yang berkebutuhan khusus (disabilitas) agar mereka bisa mengakses bantuan dengan cara yang memungkinkan. Saudara-saudari penyandang disabilitas adalah anggota gereja yang dapat memperkaya karisma Gereja. Kehadiran dan sapaan paroki, keuskupan dan umat yang lain dapat membantu mengubah situasi aktual di dalam kehidupan kita, menjadikan Gereja lebih manusiawi dan lebih ramah. Tanpa kerentanan, tanpa batasan, tanpa hambatan untuk diatasi, tidak akan ada kemanusiaan sejati”. Perjalanan sinode Para Uskup dan Sinode Keuskupan memberikan kesempatan yang luar biasa mendorong kita semua mendengarkan suara kaum disabilitas dan menggerakkan partisipasi seluruh umat untuk mengupayakan Gereja yang ramah Disabilitas.
Pesan Paus untuk Penyandang Disabilitas pada Hari Disabilitas International 2020 Bagi lembaga gerejawi, saya menegaskan kembali perlunya menyediakan sarana yang sesuai dan dapat diakses dalam penanganan umat beriman. Saya juga berharap ini dapat tersedia bagi mereka yang membutuhkannya, sejauh mungkin bebas biaya, juga melalui teknologi baru yang terbukti sangat penting untuk semua orang. Saya juga mendorong upaya untuk menyediakan pelatihan rutin bagi semua Imam, Seminaris, kaum Religius, para Katekis dan insan pastoral tentang disabilitas serta penggunaan alat pastoral inklusif. Komunitas paroki harus mendorong di antara umat beriman memiliki sikap ramah-terbuka terhadap para penyandang difabilitas. Membuat Paroki sepenuhnya dapat diakses, bukan hanya terkait tata bangunan gereja, tetapi di atas semua itu, membantu umat paroki mengembangkan sikap/tindakan solider dan pelayanan terhadap penyandang difabilitas beserta keluarga mereka. Tujuan kita seharusnya tidak lagi berbicara tentang “mereka”, melainkan tentang “kita”. Paus Fransiskus dengan tegas menegaskan kembali hak penyandang disabilitas untuk menerima sakramen, setara seperti semua anggota Gereja lainnya. Semua perayaan liturgi di paroki harus dapat diakses oleh mereka, sehingga bersama saudara-saudari mereka masing-masing dapat memperdalam, merayakan, dan menghidupi iman mereka. Perhatian khusus harus diberikan kepada para umat berkebutuhan khusus yang belum menerima sakramen inisiasi Kristen: mereka harus disambut dan dimasukkan ke dalam program katekese masa persiapan sakramen-sakramen ini. Tidak ada yang harus dikecualikan oleh rahmat sakramen ini. Karena pembaptisan mereka, semua anggota Umat Allah telah menjadi murid yang diutus (misionaris). Semua yang dibaptis, apa pun posisi mereka di Gereja ataupun dalam tingkat pemahaman akan ajaran iman, adalah agen penginjilan ”(Evangelii Gaudium, 120). Penyandang disabilitas, baik dalam masyarakat maupun Gereja, juga ingin menjadi subjek aktif dalam pelayanan pastoral kita, bukan hanya penerimanya. “Banyak penyandang disabilitas merasa bahwa mereka ada tanpa rasa memiliki dan tanpa dilibatkan. Banyak yang masih menghalangi mereka untuk mendapatkan hak sepenuhnya. Perhatian kita seharusnya tidak hanya untuk peduli mereka, tetapi juga untuk memastikan ‘partisipasi aktif’ mereka baik secara sipil maupun gerejawi. Itu merupakan proses yang menuntut dan bahkan melelahkan, namun secara bertahap berkontribusi dalam pembentukan hati nurani yang mampu mengakui setiap individu sebagai unik dan yang tidak dapat diulangi ”(Fratelli Tutti, 98). Memang partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam karya katekese dapat sangat memperkaya kehidupan seluruh paroki. Justru karena mereka telah dicangkokkan ke dalam Kristus dalam baptisan, mereka berbagi denganNya, sesuai dengan cara khas mereka sendiri, dalam mewujudkan tugas imamat, kenabian, dan kerajaan melalui, dengan dan di dalam Gereja Kehadiran penyandang disabilitas di kalangan katekis, sesuai dengan karunia dan talenta mereka masing masing, dengan demikian merupakan sumber daya bagi komunitas. Upaya harus dilakukan untuk menyediakan pelatihan yang tepat, sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan yang lebih besar juga di bidang teologi dan katekese. Saya percaya bahwa, dalam komunitas paroki, semakin banyak penyandang disabilitas yang menjadi katekis, supaya meneruskan iman secara efektif, juga dengan kesaksian mereka sendiri (lih. Pidato kepada Konferensi “Katekese dan Penyandang Disabilitas”, 21 Oktober 2017). “Yang lebih buruk dari krisis ini adalah tragedi menyia-nyiakan mereka yang berkebutuhan khusus” (Homily on the Solemnity of Pentakosta, 31 Mei 2020). Untuk alasan ini, saya mendorong semua orang yang setiap hari dan sering kali secara diam-diam mengabdikan diri untuk membantu orang lain dalam situasi rapuh dan cacat. Semoga keinginan kita bersama untuk “membangun kembali dengan lebih baik” memunculkan bentuk-bentuk kerjasama baru antara kelompok sipil dan gerejawi dan dengan demikian membangun “rumah” yang kokoh siap menahan setiap badai dan mampu menyambut orang penyandang disabilitas, karena dibangun di atas batu karang inklusi dan partisipasi aktif

Pertanyaan Renungan/Sharing: Dari pesan Paus Fransiskus di atas, pesan manakah yang menarik dan berkesan bagi saya? Bagaimana saya mengembangkan sikap/tindakan solider dan pelayanan terhadap penyandang disabilitas beserta keluarganya? Bagaimana mengembangkan komunitas lingkungan atau Paroki yang inklusif dan partisipasi aktif?

RENUNGAN / PENEGASAN Butir-butir permenungan/penegasan: Gereja Keuskupan Purwokerto yang Sinodal berupaya untuk berjalan bersama dan mendengarkan satu sama lain. Sinodalitas ini membantu kita memahami bagaimana di dalam Gereja – juga berkenaan dengan orang berkebutuhan khusus - tidak ada kita dan mereka, tetapi satu kita, dengan Yesus Kristus di pusat, di mana setiap orang membawa talenta dan keterbatasannya sendiri. Kesadaran ini, berdasarkan fakta bahwa kita semua adalah bagian dari kemanusiaan rentan yang sama yang diterima dan disucikan oleh Kristus, menghapus perbedaan yang sewenang-wenang dan membuka pintu partisipasi untuk setiap anggota yang dibaptis dalam kehidupan Gereja. Kita membutuhkan cara baru untuk menyambut kontribusi kaum disabilitas dan mendorong partisipasi mereka agar Gereja tidak berada dalam bahaya meniru cara masyarakat menyingkirkan mereka. Bentuk-bentuk diskriminasi yang sering kali terjadi pada kaum disabilitas adalah : kurangnya mendengarkan suara mereka, pelanggaran hak untuk memilih di mana dan dengan siapa tinggal, penolakan sakramen, tuduhan black magic/sihir, pelecehan – dan lain-lain, menggambarkan budaya penolakan terhadap penyandang disabilitas. Diskriminasi-diskriminasi ini tidak muncul secara kebetulan, tetapi memiliki akar yang sama: pandangan bahwa kehidupan penyandang disabilitas kurang berharga dibandingkan dengan orang yang normal. (Surat Paus Fransiskus Pada Hari Disabilitas 3 Des 2022) Dalam hidup bersama di dalam lingkungan, paroki, keuskupan dan masyarakat, kita membutuhkan perjumpaan dan persaudaraan untuk meruntuhkan dinding kesalahpahaman dan mengatasi diskriminasi; inilah mengapa Paus Fransiskus percaya bahwa setiap komunitas Kristiani akan terbuka untuk kehadiran saudara-saudari kita yang difabel, dan memastikan bahwa saudara kita selalu diterima dan dilibatkan sepenuhnya sebagai anak-anak Bapa Surgawi yang memiliki martabat yang sama. Tuhan mengasihi kita semua dengan kasih yang sama: lembut, kebapakan, dan tanpa syarat. Melalui Pesan Paus Fransiskus, kita diajak untuk mengembangkan sikap/Tindakan solidaritas pelayanan yang lebih ramah pada saudara kita yang berkebutuhan khusus/ disabilitas/ difabel dan para lansia yang ada di lingkungan dan Paroki kita. Sikap solider ini akan sangat membangun kehidupan Paroki yang ramah disabilitas. Beberapa praktek baik yang telah dilakukan dan terus diupayakan adalah membangun rumah ibadah yang ramah bagi kaum disabilitas dengan; menyediakan tempat khusus untuk kaum disabilitas dan lansia, sarana sanitasi khusus untuk kaum disabilitas, fasilitas/sarana Rohani pendukung bagi saudara kita yang berkebutuhan khusus. Yang seringkali terlupakan, tetapi dapat menjadi bentuk sapaan gereja adalah memberikan perhatian khusus pada pelayanan sakramental untuk kaum disabilitas; Perayaan ekaristi rutin untuk kaum disabilitas atau lansia, dan mengupayakan penerimaan sakramen inisiasi untuk kaum disabilitas Perhatian pada saudara kita yang berkebutuhan khsusu, disabilitas/difabel dan lansia nampak pula dalam pelayanan karya-karya social yang diselenggarakan oleh Tarekat/ konggregasi yang ada di Keuskupan Purwokerto. baik pula kalo kita mengenal Karya-karya Sosial Gereja yang melayani kaum disabilitas/ difabel yang ada di Keuskupan Purwokerto.

Sharing Pengalaman dan Rencana Aksi Apakah di sekitar rumah kita, di dalam lingkungan, dan di Paroki tempat tinggal kita ada saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus, disabilitas,/difabel dan lansia? Apakah perhatian yang dibutuhkan oleh keluarga dan saudara kita yang berkebutuhan khusus/difabilitas/difabel?
Apakah bentuk Aksi nyata yang dapat kita lakukan di masa Prapaskah untuk saudara kita yang berkebutuhan khusus/disablitas/difabel?